Mari Mengenal Al-Farabi Sebagai Pemikir Politik Islam Era Klasik

                Politik , terutama Politik Islam, merupakan salah satu aktivitas manusia yang terpenting sepanjang sejarah manusia. Dengan berpolitik, manusia saling mengelola potensi di antara mereka, saling memahami dalam perbedaan yang ada, saling menjaga peraturan yang disepakati bersama. Ada yang dipimpin, ada yang memimpin ada yang memerintah dan ada pula yang diperintah.

Mari Mengenal Al-Farabi Sebagai Pemikir Politik Islam Era Klasik
Mari Mengenal Al-Farabi Sebagai Pemikir Politik Islam Era Klasik

            Di dalam Alquran tidak didapati istilah politik sama sekali. Namun, bukan berarti esensi politik itu sendiri tidak dikenal dalam Islam. Istilah politik yang dihubungkan dengan masalah kemanusiaan dan pemerintahan banyak terdapat di dalam Alquran. Allah SWT. berfirman :

Sesungguhnya Kami telah memberikan kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.” (An-Nisa : 54)

Ajaran Islam tidak hanya meliputi ibadah ritual, tetapi juga tatanan sosial masyarakat. Sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW, kepemimpinan atas umat Islam masih diselenggarakan. Salah satu figur sarjana Muslim era klasik yang menekuni ilmu politik ialah Al-Farabi.

            Nama lengkapnya, Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Tarkas bin Auzalagh. Lahir pada 870 Masehi di Utrar, wilayah yang kini menjadi bagian dari negara Uzbekistan. Kota tersebut bernama lain Farab sehingga dari sanalah nama gelarnya berasal.

            Menurut Al-Farabi, tatanan bermasyarakat bertujuan untuk menghasilkan kebahagiaan bagi setiap warga, baik di dunia maupun akhirat kelak. Menurut Al-Farabi, ada dua kualitas, yakni negara utama (al-madinah al-fadhilah) dan negara bukan utama. Sifat utama dapat dilekatkan pada suatu negara bila di dalamnya masyarakat hidup rukun dan saling bekerja sama. Tiap warga bagaikan satu bagian tubuh yang apabila salah satunya terluka, maka rasa sakitnya dirasa seluruh badan. Tentu saja, tiap bagian tubuh memiliki fungsi yang berlainan. Akan tetapi, perbedaan itu tak menjadi halangan untuk saling bekerja sama. Justru, kolaborasi itulah yang membuat mereka berfungsi dengan baik.

Peran kepala negara sangat penting. Sebab, dialah yang mengarahkan tiap elemen masyarakat agar dapat mencapai tujuan berbahagia. Seorang kepala negara, dalam pemikiran al-Farabi, harus memiliki kapasitas intelektual yang di atas rata-rata. Dalam hal ini, gagasan ilmuwan Muslim yang wafat pada 950 Masehi itu tampak terinspirasi dari negara ideal menurut Plato.

(Syafilla Destyana Azzahra Wijaya)

Sumber : Pancawati, H. (2018). Pemikiran Al-Farabitentang Politik Dan Negara.  Jurnal Filsafat dan Teologi Islam, 73-110.

Related News

Get Our Latest Update & Subscribe Newslater

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus.